Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Islam Menyorot Kesetaraan Gender

A. Pendahuluan
Islam adalah agama yang sempurna. Segala sesuatu yang mencakup perkara dunia dan akhirat telah diatur di dalamnya, termasuk mengenai hakikat laki-laki dan wanita. Tentang keduanya, Allah telah mengaturnya melalui firmannya langsung atau melewati wahyu yang diturunkan kepada utusannya. Laki-laki dan perempuan adalah dua individu yang dibedakan dengan jenis kelamin dan kodratnya. Keduanya adalah makhluk yang saling berpasangan, saling membutuhkan dan saling melengkapi.

Kodrat laki-laki berbeda dengan perempuan, namun islam tidak mengajarkan diskriminasi antara keduanya. Di hadapan Allah laki-laki dan perempuan mempunyai derajat yang sama, Allah tidak membeda-bedakan keduanya dalam hal ibadah, sedangkan dalam hal mu’amalah ada sebagian hak dan kewajiban yang berbeda bagi keduanya. Seperti laki-laki berkewajiban memberi nafkah, sedangkan istri berhak menerima nafkah.

Dari perbedaan hak dan kewajiban ini lah muncul isu-isu baru yang mengatakan bahwa dalam hal mu’amalah, sebagian perempuan merasa terdzolimi, karena hak asasi mereka untuk berkarir merasa dibatasi dan dilarang menyamai laki-laki. Maka dimunculkanlah isu gender, sebagai upaya perempuan untuk mendapat kesempatan dan menyamai kodrat laki-laki dalam kehidupan sosial.

Terlebih, isu yang diangkat oleh sebagian kalangan ini merupakan wahana penyebaran paham liberal dan sekuler dari orang barat dan kaum orieantalis untuk mendiskreditkan umat islam dan memberikan pemahaman yang sepihak tentang Islam dan gender.

Maka menjadi penting untuk membahas tentang isu yang berkembang ini. Semoga makalah ini bisa memberi gambaran mengenai isu gender yang sedang menjadi buah bibir umat Islam.


B. Pengertian Gender
Dikutip dari tulisannya Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, beliau menjelaskan secara rinci mengenai definisi gender dengan perubahannya sebagai berikut[1]:

Di Barat telah terjadi perubahan makna “gender” dari makna aslinya. Semua maknanya difahami umum sebagai jenis kelamin: maskulin dan feminim. Makna itu dalam webster’s New World Dictionary, New York: 1984, berubah menjadi perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Di sini bedanya bukan kelamin lagi, tapi sudah menjadi tingkah laku.

Dalam Encyclopedia of Women Studies, vol I, Helen Tierney mengartikan Gender bukan lagi perbedaan tingkah laku, tapi sudah menjadi suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (dinstinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di masyarakat.

Sepakat dengan Helen Hilary M Lips, di tahun 1993 menulis, Sex and Gender: An Introduction. Di situ, Helen mengartikan gender menjadi harapan-harapan budaya (cultural expectation) terhadap laki-laki dan perempuan. Di sini realitas laki-laki dan perempuan sebagai obyek sudah hampir tidak penting.

Akhirnya “gender” resmi berbeda tajam dari kata sex. Sex digunakan secara umum untuk membedakan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologis, atau jenis kelamin. Maka sex meliputi perbedaan komposisi hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan sifat-sifat biologis lainnya. Gender digunakan untuk mengkaji asfek sisial, budaya, psikologis, dan asfek-asfek nonbiologis lainnya. (Linda L Lindsaey, Gender Roles: A Sociological Perspective, New Jersy, Prientice Hall, hal. 28).

Belum cukup dengan makna baru itu, Lindsey mengubah defenisinya. Gender yang telah menjadi suatu konsep itu menjelma lagi menjadi teori “Kajian Gender” (Gender Studies). Kajian gender adalah kajian yang berkaitan dengan ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan, di sini, apa itu laki-laki sudah tergantung kepada ketetapan masyarakat. Menambahkan konsep ini, Elaine Showlater (ed), dalam karyanya, Speaking of Gender menyatakan bahwa gender bukan hanya pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konsep sosial budayanya. Ia menekankan sebagai konsep analisis yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu. (Alaine Showlater [ed], Speaking of Gender, New York & London: Rouytledge, 1989, hal. 3).

Dari penjelasan tersebut bisa diketahui bahwa makna gender selalu berubah. Jika melihat dari asal katanya, gender berarti jenis kelamin[2]. Maka ketika makna suatu kata berganti dan berubah dari makna aslinya, maka boleh jadi karena adanya intrusi pandangan hidup asing (intrusion of worldview). Dapat pula disebabkan oleh pergeseran nilai dalam budaya pemegang makna itu[3].


C. Gender Dalam Perspektif Islam

Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia telah menjelaskan kepada manusia semua hal tentang kahidupan, baik itu kehidupan di dunia maupun di akhirat. Banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang kedua ciptaan Allah tersebut dari mulai asal mula penciptaannya, hubungan, keadilan, kesetaraan, hak dan kewajiban. Mengenai nilai-nilai keadilan dan kesetaraan, Islam memiliki aturannya sendiri. Standar pengukuran kedua nilai tersebut tidak didasarkan pada kehendak manusia, namun berdasarkan kehendak Allah. 

Dalam surat al-Isra ayat 70 Allah menjelaskan bahwa manusia baik laki-laki maupun perempuan diciptakan dalam bentuk yang terbaik dan berkedudukan yang paling terhormat. Manusia juga dimuliakan dengan akal dan perasaannya.

“Dan sungguh, Kami telah muliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”. 

Oleh karena itu, al-Qur’an tidak membeda-bedakan keduanya karena di hadapan Allah semua mempunyai derajat dan kedudukan yang sama. Meskipun keduanya berderajat sama, namun ada hal-hal yang membedakan keduanya untuk menempuh surganya masing-masing dan perbedaan lain yang mencolok adalah dari segi biologisnya.

Konsep kesetaraan gender belum ditemukan padanan katanya dalam Islam, yang ada hanyalah konsep almusawah (kesetaraan). Berikut adalah konsep almusawah antara laki-laki dan perempuan yang ada dalam al-Qur’an:
  1. Persamaan dalam hal asal-usul penciptaan manusia sebagaimana firman Allah SWT Annisa: 1 
  2. Persamaan dalam hal kemuliaan manusia yang Allah ciptakan dengan segala kelengkapan rizki-Nya serta potensi ketakwaan kepada Allah, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Isra: 70 dan Al-Hujurat: 13 
  3. Persamaan dalam hal kewajiban beramal saleh dan beribadah (menerima taklif) serta hak pahala yang sama disisi Allah SWT sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Ali Imran: 195, Annisa: 124, Annahl: 97 dan Al-Ahzab: 35 
  4. Persamaan dalam menerima sanksi jika melanggar aturan hukum Allah dan susila di dunia sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah: 38, dan An-Nur: 2
  5. Persamaan dalam hak amar makruf nahi munkar kepada penguasa dalam kehidupan social politik keummatan sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Ali Imran: 104 dan 110,At-Taubah: 71
Sedangkan gender dalam al-Qur'an menurut Dr. Nasaruddin Umar dalam Jurnal Pemikiran Islam tentang Pemberdayaan Perempuan (2000) ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa prinsip-prinsip kesetaraan gender ada di dalam al-Qur'an, yaitu:
  1. Perempuan dan laki-laki sama-sama sebagai hamba menurut QS. al-Dzariyat [51]: 56. Dalam kapasitas sebagai hamba tidak ada perbedaanantara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal dalam al-Qur'an bisa diistilahkan sebagai orang-orang yang bertaqwa (muttaqin), dan untuk mencapai derajat muttaqin ini tidak dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis tertentu, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Hujurat [49]: 13.
  2. Perempuan dan laki-laki sebagai khalifah di bumi kapasitas manusia sebagai khalifah di muka bumi (khalifah fil al ‘ard) ditegaskan dalam QS. Al-An’am [6]: 165) dan dalam QS. al-Baqarah [2]: 30. Dalam kedua ayat tersebut, kata “khalifah” tidak menunjuk pada salah satu jenis kelamin tertentu, artinya baik perempuan maupun laki-laki mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi.
  3. Perempuan dan laki-laki menerima perjanjian awal dengan Tuhan. Perempuan dan laki-laki sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian awal dengan Tuhan, seperti dalam QS. al-A’raf [7]:172, yakni ikrar akan keberadaan Tuhan yang disaksikan oleh para malaikat. Sejak awal sejarah manusia dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan samasama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama. Qur’an juga menegaskan bahwa allah memuliakan seluruh anak cucu Adam tanpa pembedaan jenis kelamin. (QS. al-Isra’ [17]: 70).
  4. Adam dan Hawa terlibat secara aktif dalam drama kosmis semua ayat yang menceritakan tentang drama kosmis, yakni cerita tentang keadaan Adam dan Hawa di surga sampai keluar ke bumi, selalu menekankan keterlibatan keduanya secara aktif, dengan penggunaan kata ganti untuk dua orang (humā), yakni kata ganti untuk Adam dan Hawa.
  5. Perempuan dan laki-laki sama-sama berpotensi meraih prestasi maksimum tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan, ditegaskan secara khusus dalam tiga ayat, yakni Ali Imran 195, al- Nisa’ 124, al-Nahl 97. Ketiganya mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun karier profesional, tidak mesti didominasi oleh satu jenis kelamin saja.[4]

D. Bahaya dan Alasan Untuk Menolak Kesetaran Gender
Kesetaraan Gender tidak muncul begitu saja, ada misi tertentu di belakang isu tersebut. Misi Liberalisasi menjadi yang utama dalam penyebaran isu gender yang sangat digembor-gemborkan oleh orientalis dan akademisi dari barat ini.

Harian Republika (Jumat, 16/3/2012), memberitakan, bahwa Rancangan Undang-undang Keadilan dan Kesetaraan Gender (RUU KKG) sudah mulai dibahas secara terbuka di DPR. Menurut DR. Adian Husaini “RUU Gender itu sangat dipengaruhi nilai-nilai budaya Barat yang saat ini mendominasi budaya dunia. Banyak bertentangan dengan nilai atau ajaran Islam. Karena itu sangat berbahaya bagi umat Islam”[5].

Suara pro-kontra mulai bermunculan. Apakah kita – sebagai Muslim – harus menerima atau menolak RUU KKG tersebut?. Seperti yang dijelaskan oleh DR. Adian Husaini, bahwa ada pengaruh yang sangat besar jika kesetaraan gender ini menjadi legal dan disahkan Undang-undang. Tentunya akan sangat berpengaruh pada kehidupan umat Islam karena unsur pertentangannya dengan ajaran Islam.

Berikut adalah beberapa alasan yang diutarakan oleh DR. Adian Husaini mengenai bahayanya RUU KKG[6]:

Pertama, definisi “gender” dalam RUU ini sudah bertentangan dengan konsep Islam tentang peran dan kedudukan perempuan dalam Islam. RUU ini mendefinisikan gender sebagai berikut: “Gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat, dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya.” (pasal 1:1)

Kedua, untuk menolak RUU Gender sangat western-oriented. Para pegiat kesetaraan gender biasanya berpikir, bahwa apa yang mereka terima dari Barat – termasuk konsep gender WHO dan UNDP – harus ditelan begitu saja, karena bersifat universal. Mereka kurang kritis dalam melihat fakta sejarah perempuan di Barat dan lahirnya gerakan feminisme serta kesetaraan gender yang berakar pada “trauma sejarah” penindasan perempuan di era Yunani kuno dan era dominasi Kristen abad pertengahan.

Ketiga, RUU Gender ini sangat SEKULAR. RUU ini membuang dimensi akhirat dan dimensi ibadah dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan. Peradaban sekular tidak memiliki konsep tanggung jawab akhirat. Bagi mereka segala urusan selesai di dunia ini saja. Karena itu, dalam perspektif sekular, “keadilan” hanya diukur dari perspektif dunia. Bagi mereka tidaklah adil jika laki-laki boleh poligami dan wanita tidak boleh poliandri. Bagi mereka, adalah tidak adil, jika istri keluar rumah harus seijin suami, sedangkan suami boleh keluar rumah tanpa izin istri.


E. Kesimpulan
Gender tidak bersifat biologis melainkan dikonstruksikan secara sosial. Ini terbukti ketika makna gender itu sendiri berubah sesuai dengan kondisi sosial. 

Pandangan yang mengatakan bahwa Islam telah mendiskreditkan kedudukan perempuan di bawah laki-laki merupakan suatu hal yang tidak dapat diterima. Munculnya pendangan-pandangan seperti ini bisa jadi karena kekeliruan dalam memahami teks al-Qur’an. Sehingga kesempatan ini pula dimanfaatkan oleh para orientalis untuk menghancurkan Islam dengan misi sekuler dan liberalnya.

Pada dasarnya secara fungsi dan tugasnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya adalah makhluk yang mulia dan memiliki derajat yang sama di hadapan Allah. Allah hanya membedakan sebagian hal saja, itu pun karena didasarkan pada perbedaan kodrat biologis diantara keduanya. Sehingga keduanya dapat meraih kebahagian sesuai dengan kodrat yang dimilikinya, tidak dengan memaksakan kehendak kesetaraan.

Bagi Muslim apa yanag salah pada gerakan ini? Salahnya ketika merubah konstruk sosial, agama tidak diperdulikan. Tafsir-tafsir para pemikir liberal bersifat sepihak, tendensius dan melawan arus para mufassir yang otoritatif dalam tradisi ulama Islam. Jika para anggota DPR meluluskan undang-undang ini (RUU KKG) tanpa mempertimbangkan dampak keagamaan maka Undang-undang itu dijamin sedang menabur angin dan segera menuai badai[7]. Wallahu ‘alam

Daftar Pustaka

Syamil Al-Qur’an, Al-qur’an dan Terjemahnya Edisi Tajwid. Jakarta: PT Syamil Cipta Media, 2006.

Maslamah dan Suprapti Muzani, KONSEP-KONSEP TENTANG GENDER PERSPEKTIF ISLAM, PDF.

http://nurhajs.blogspot.com.eg/2013/11/gender-dalam-perspektif-islam.html

https://www.arrahmah.com/kesesatan-paham-menurut-islam/

https://www.arrahmah.com/mengapa-kita-menolak-ruu-kesetaraan-gender/

https://www.arrahmah.com/2009/07/01/kesetaraan-jender-ternyata-ciptakan-eksploitasi-terhadap-perempuan/

https://docs.google.com/document/d/1S_sPlU0eOMcmx6dOEimZRjAgGAn8NEU1x5mqyG3Fu20/edit?hl=in

http://nurhajs.blogspot.com.eg/2013/11/gender-dalam-perspektif-islam.html

http://www.suara-islam.com/read/index/4162/Adian-Husaini---RUU-Kesetaraan-Gender-Sangat-Berbahaya

https://insists.id/mengapa-kita-menolak-ruu-kesetaraan-gender-3/

https://insists.id/hegemoni-makna-gender-2/

https://insists.id/mengapa-kita-menolak-ruu-kesetaraan-gender/

https://insists.id/ruu-kesetaraan-gender-untuk-siapa/

https://insists.id/gender-itu-istilah-transnasional/

https://insists.id/gender/


* Disusun 0leh: Fikri Nurfalah
__________________________
[1] Lihat https://insists.id/hegemoni-makna-gender-2/
[2] John M. Echols dan Hassan Sadhily, 1996: 256
[3] Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, https://insists.id/hegemoni-makna-gender-2/
[4] Lily Zakiyah Munir, Memposisikan Kodrat Perempuan dan Perubahan dalam Perspektif Islam, 2002, hlm. 75.
[5] Lihat http://www.suara-islam.com/read/index/4162/Adian-Husaini---RUU-Kesetaraan-Gender-Sangat-Berbahaya.
[6] Lihat https://www.arrahmah.com/mengapa-kita-menolak-ruu-kesetaraan-gender/
[7] Lihat https://insists.id/gender/

Post a Comment for "Islam Menyorot Kesetaraan Gender"